Cerpen "Kapal Binegon"
Hal
Itu Benar Adanya
Awan memerah, angin bertiup,
burung-burung pulang ke sarangnya. Bau air laut di Pelabuhan Semarang menambah kesunyian,
meskipun masih ada keributan
di sisi lain. Aku masuk ke
ruang tunggu dan duduk disana. Kutatapi tiketku yang bertuliskan “KAPAL BINEGON” berangkat dari Pelabuhan Semarang,
tanggal 12 Mei 2013 pukul 18.00 WIB.
Tujuan Pelabuhan Kumai.
Semakin
mendekati waktu keberangkatan, semakin ramai pula orang yang datang. Ruang
tunggu menjadi sempit dan panas. Aku keluar lebih dulu dan menunggu di luar,
tepatnya di bibir pelabuhan dimana kapal akan mulai bersandar. Kutatapi kapal itu, bagian bawah berwarna
putih, atas berwarna kuning dengan jendela kacanya yang bulat, di atasnya
tertancap bendera merah putih dan di sampingnya tertulis “KAPAL BINEGON” .
Kupikir sudah sangat lama, sejak terakhir kali aku menaiki kapal ini. “ehh
tidak berubah ya ? sama seperti dulu” ucapku dalam hati.
Penumpang
mulai naik, tepatnya naik menggunakan tangga yang tinggi dan sempit. Aku naik
sambil diselimuti rasa takut, antara takut akan jatuh atau tangga ini yang
goyang dan roboh. Sampai diatas, aku mulai melangkahkan kakiku memasuki pintu kapal,
seperti biasanya bau dan hawa panas yang ada di kapal, namun kali ini ada yang
berbeda. Penumpang yang sedari tadi berdesakan denganku tidak ada yang raut
wajahnya gembira, mungkin mereka sedang memiliki masalah. “ah biarlah” ucapku.
Namun ada juga hal lain, meskipun terasa ramai, tak sedikitpun suara yang
kudengar dari mereka, yang ada hanya suara pemberitahuan dari kapten kapal.
Semua hal itu membuatku takut, orang-orang yang ada disekelilingku seolah-olah
tak peduli dengan keberadaanku.
Aku
makin takut ketika sebuah tangan menepuk pundak kiriku, kucoba menoleh dan yang
kulihat adalah wanita cantik berbaju pink dengan celana jeans biru. “mau ke
kalimantan juga mas ?”
tanyanya. Aku hanya diam.... “oh iya kenalin nama saya Reni” ucap perempuan
itu. Akupun menjawab “nama saya Riko” suraku
terdengar seperi suara anak tikus. “Ayo
sama-sama cari tempat istirahat, udah capek nih bawa barang berat, mana laper
lagi,” ucap Reni. Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkah perempuan itu,
yang makin lama makin cepat. Di dek 3 kami bertemu 4 orang lain, yang tak lain
dan tak bukan adalah teman Reni. “kenalkan namaku Dyo, aku pita, aku Reno, dan
aku Bima” ucap mereka satu-persatu. “oh ya, aku Riko, senang berkenalan dengan
kalian” jawabku. “eh kalian udah pada makan belum ? kita makan yuk tapi naruh
barang dulu“ ajak Reni.
Kami
pun pergi ke ruang makan (restoran) dikapal ini. Kapal ini memang megah dan
banyak fasilitasnya. Disana ternyata sudah banyak orang yang makan, namun aku
heran tidak ada apapun dimeja mereka, mereka hanya diam termenung, “ah mungkin
sudah selesai makan semua” pikirku.
Pelayan pun datang, wajahnya pucat, dia tak berbicara
sedikitpun. Hanya memberikan daftar menu, setelah selesai lalu pergi. Makanan pun datang. Tapi..... apa yang
disuguhkan ? pikirku. Ini hanya piring kosong. Aku
bertanya pada mereka, “ini kan piring kosong, apa yang dimakan ?” tanyaku. Dyo, Pita, Reno, dan Bima menatapku dengan bingung. “kamu
gimana sih, jelas-jelas ada makanannya, masih panas lagi masa gak ngeliat” ucap
Pita. Aku hanya diam dalam kebingungan. Aku hanya memperhatikan teman-temanku
yang sedang makan, mereka seperti makan angin yang ada di piring kosong.
Mungkin mereka tak menyadari apa yang kukatakan. Tapi sepertinya ada satu yang pikirannya sama
dengan aku, yaitu Reni. Kami mulai saling menatap kebingungan. Mata Reni,
seolah-olah memberikan aba-aba untuk pergi meniggalkan mereka. “Sob gue
jalan-jalan dulu ya sama Riko” ucap Reni. Lalu kami pergi berjalan-jalan
“ kamu ngerasa aneh kan ?, aku
juga” bisik Reni. “iya, tadi kan piring itu bener-bener gak ada
makanannya” ucapku. “aku juga
ngeliat itu, dari awal aku udah
ngerasa gak enak, dari mulai muka para penumpang yang pucat, merengut dan
dingin, makanya aku negur kamu waktu di pintu kapal, soalnya cuma kamu yang keliatan kaya manusia”. Ucap Reni semakin
mendalam. Ternyata pikiran Reni 100 % mirip denganku. Kami berjalan tanpa arah,
tanpa kami sadari kami telah sampai di lorong yang sangat gelap. Di depan kami terlihat ada orang yang sedang
berjalan, kami bermaksud untuk bertanya, tapi
sepertinya bukan hal yang baik, karena sosok itu semakin lama semakin mendekat
dan mendekat...ditambahi
dengan langkahnya yang pelan, itu cukup membuat kami gugup. Tubuhnya berlumuran darah
dengan banyak luka di wajah. Mata yang bengkak membiru menatap tajam ke arah kami. Rambut
yang kering menutupi sebagian wajahnya yang mengelupas. Aku ingin berlari namun
terasa sulit, ingin berteriak serasa tertahan, aku dan Reni semakin panik. Sosok itu semakin lama semakin dekat dan
mulai menjangkau kami. “aaaaaaaaaaaa” teriak reni. Dan akupun tersadar... “ahh tenyata hanya khayalanku” ucapku.
Kualihkan
pandanganku ke teman-temanku yang sedari tadi masih makan. Reni juga terlihat
sedang makan. Ternyata apa yang terjadi tadi dari mulai makanan di piring
sampai bertemu sosok mengerikan hanyalah hayalan. Baru sebentar aku tenang, aku dikejutkan lagi dengan
keanehan. Orang-orang yang tadi kulihat ramai
dan duduk di meja makannya, sudah tidak ada, tidak tersisa satu orang pun
kecuali kelompok kami.
Aku bertanya “kemana orang-orang yang tadi sedang makan ?” “gak ada yang makan
kok selain kita” jawab Dyo. “ ya jelas lah, mungkin mereka pada tidur,
istirahat atau apa gitu, kita kan baru naik langsung makan, jelas aja kalo belum ada yang makan di restoran
ini”. Sahut Bima. Aku hanya diam.
4
jam yang telah lewat hanya kami habiskan di ruang makan. Setelah itu kami pergi
menuju tempat dimana kami menaruh barang bawaan.
Kami semua beristirahat dan
berbincang-bincang. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 24.00 WIB atau tengah malam. “tidur yuk, aku ngantuk nih”
ajak ku. “Duluan aja kami masih seger, kebetulan ada tempat karaoke di kapal
ini, jadi kami mau nyoba, kamu mau ikut gak ?” tanya Reno. “ gak deh, aku
ngantuk” jawabku. “ya udah, bye” sahut mereka. “Kalian gak tidur ?” tanyaku
kepada Reni dan Pita. “Kami mau ke wc dulu” jawab Pita.
Akhirnya
hanya tinggal aku sendiri di tempat berukuran 4x3 m ini. Kurebahkan badanku,
berbantalkan tas yang sedikit keras. Kupandangi langit-langit kapal yang berwarna kuning beserta baut-baut yang ada
disana, silau lampu pun tak ketinggalan untuk kupandangi sambil menunggu diriku terlelap.
Gelombang air laut menggoyangkan kapal ini dan tubuhku. Mual, pusing hingga tak
sadarkan diri, tapi belum sempat aku
terlelap,,, langit-langit yang awalnya berwarna kuning menjadi berwarna kelabu
dan berasap bahkan muncul api, aku lekas-lekas bangun dan mengambil tasku.
Para penumpang yang awalnya pucat, diam dan dingin, terlihat panik dan
berteriak meminta tolong. Aku teringat dengan teman-temanku. “Bagaimana dengan mereka?”pikirku. Terdengar
suara teriakan minta tolong. Seperti suara yang kukenali yaitu suara Reni. Kucari di sekelilingku, ternyata
Reni berada di antara desakan orang yang panik. Entah dimana teman yang lain.
Aku berusaha menjangkau Reni, namun sangat sulit. Asap semakin menebal dan api
makin membesar. Menyesakkan dadaku hingga aku hampir
tak sadarkan diri, pandanganku menjadi kabur, suara
yang kudengar terakhir hanya suara teriakan Reni yang memanggil namaku....
“Rikoo...Riik..
Riko... bangun “ teriak Reni. “Kamu kenapa ?, tidur sambil teriak-teriak? Sampe
keringatan gitu” tanya Reni. “akk..aku ahh ternyata mimpi,” ucapku. “kamu mimpi
apa ?” tanya Reni. “Aku mimpi kalo kapal ini kebakaran” ucapku. “hah ?
kebakaran? buktinya sekarang gak kebakaran, udah deh.. cepet bangun, kapal udah
mau nyandar nih” jawab Reni.
Sambil
merapikan barang-barang, aku masih berfikir tentang apa yang sudah aku alami
selama di kapal ini, dari mulai mengkhayal yang tidak-tidak sampai mimpi yang
mengerikan. “ah sudahlah, yang penting itu semua sudah berlalu” besitku dalam
hati.
Para penumpang mulai menuruni tangga, Reni tersenyum padaku, begitu pula
dengan teman-teman yang lain. Kupikir
hal menganehkan di kapal ini sudah selesai, ternyata masih ada yang membuatku
terkejut. Semua penumpang yang awalnya pucat, diam dan tidak ada rona bahagia,
sekarang tersenyum kepadaku. Akupun membalas senyuman itu.
Ketika
sampai, ternyata tidak hanya kapal binegon yang sudah sampai, kapal yang
lainpun sudah lebih dulu sampai dari kami. Aku sampai di kumai sekitar pukul
10.00 pagi. Ternyata aku tidur sangat lama di kapal ini. Seturun dari kapal,
kilau matahari menyambutku. “ waw sangat silau” ucap Reno. Aku pikir mungkin
lebih baik bila aku tidak menceritakan apa yang sudah ku alami di kapal ini
kepada mereka. Ketika turun, aku berpisah dengan Reni, Pita, Dyo, Reno, dan Bima. Sebelumnya kami sudah bertukar
nomor telephone jadi kami masih bisa berhubungan.
Sekarang
tinggal aku sendiri menunggu taksi. Sebuah taksi, atau lebih tepatnya mobil
berwarna biru lewat, dan aku naik mobil itu. “ Dari semarang ya dek ?” tanya
supir di dalam mobil. “iya pak” jawabku. “naik kapal Binaiya ya ?” tanya supir
itu. “gak pak, saya naik kapal Binegon, memangnya kenapa pak ?” tanyaku. Bapak itu terlihat bingung melihatku, “hah ? gini dek, kapal Binegon itu, sudah tenggelam satu tahun yang lalu akibat kebakaran, dan bangkai kapalnya belum ditemukan
sampai sekarang, kok adek malah bilang
naik kapal itu ? ya gak mungkin lah, lagian cuma ada satu jenis kapal binegon di Indonesia,
itu pun sisa kapal waktu zaman penjajahan, yaa yang hilang itu”.
jawab supir itu. Aku hanya diam seolah tak menerima apa yang
diucapkan supir itu, aku merasa benar-benar menaiki kapal itu. Kucari potongan tiket
kapalku dan ternyata sudah hilang. Langsung saja kutolehkan
pandanganku ke arah kapal yang baru
saja kuturuni, kebetulan mobil ini belum bergerak jadi kapalnya masih terlihat. Kubuka jendela mobil dan
kulihat dengan seksama. Terlihat disana, para penumpang yang tadi naik bersamaku, senyum dan
melambay kepadaku, kecuali Reni dan kawan-kawan,
mereka benar-benar nyata sama sepertiku, hanya saja tak mengalami seperti apa yang
ku alami. Tapi kenapa hanya aku ? ah biarlah, yang penting sudah berlalu. Dan sekali lagi kapal itu ku teliti,
dan benar, kapal itu bertuliskan KAPAL BINEGON.
_TAMAT_
*Cerita ini hanya fiksi, bila ada kesamaan nama,
dan tempat, tolong dimaafkan.
*Oleh Bekti utami
*Kelas X B
*Tahun ajaran 2012-2013
Komentar
Posting Komentar