Siapa dia ?
SIAPA
DIA ?
Karya
: Bekti Utami
Waktu menunjukkan pukul
05.50 WIB, aku sudah siap dengan mengenakan baju putih, rok abu-abu, dasi,
topi, kaos kaki putih, dan sepatu hitam. Semua buku sudah ku siapkan sejak
malam tadi, aku hanya tinggal mengangkat tasku dan beranjak pergi kesekolah,
sekolahku tak begitu jauh, hanya sekitar 2 menit aku sudah sampai disekolah.
Aku mempunyai kebiasaan, kebiasaan itu sulit ku hilangkan. Sebelum aku
berangkat kesekolah, aku selalu mengintip dari balik jendela rumahku, aku mengintip
dengan teliti sebuah rumah yang berada tepat di samping rumah ku, ya.. tetangga
ku pastinya. Namun itu bukan tetangga biasa, tetangga ku ini baru pindah
seminggu yang lalu, memang awalnya ada seorang bapak, seorang ibu dan anak
laki-laki yang pindah ke situ, namun sudah beberapa hari setelah mereka pindah,
bapak dan ibu itu tidak muncul. Yang
terlihat hanyalah anak laki-laki berumur sekitar 16 tahun,yang tidak lain dan
tidak bukan adalah anak dari bapak dan ibu itu. Aku selalu penasaran dengan
dirinya. Aku ingin meenanyakan kabar bapak dan ibunya tetapi aku tidak berani.
Sekalipun kami bertetangga, kami tak pernah bertegur sapa. Aneh kan ?
Pernah suatu hari ketika
aku sedang mengintip, ,tak sengaja aku melihat dia sedang berganti baju, aku
langsung memalingkan muka ku dengan sedikit tawa, tanpa ku sadari ternyata dia
mengetahui keberadaan ku, aku sempat terkejut ketika dia mendekatiku, maklum
tempat aku mengintip tak begitu jauh dari kamarnya. Aku mengintip dari jendela
lantai dasar di samping rumahku, tapi ketika dia mendekatiku, dia hanya
menatapku dengan pandangan tajam, dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan
sepatah katapun, aku tidak sempat melarikan diri saat itu. Aku pikir dia akan
memarahiku, huh untung saja. Yang aku herankan adalah, kenapa dia tidak pernah
bicara ? apa suaranya terlalu bagus ? atau terlalu jelek seperti bebek, attauu,
aku mulai bepikiran aneh-aneh, jangan-jangan dia bisu.
Disekolah, udara segar
kurasakan disekelilingku, memang terasa agak dingin karena malam tadi hujan.
Pandanganku tertuju pada kelas-kelas yang ada. Baru sedikit murid yang datang,
maklum anak-anak disekolah ku agak pemalas, kecuali aku. Tapi aku tidak bisa,
menganggap diriku yang paling rajin, karena tak hanya diriku yang datang pagi,
anak laki-laki yang biasa ku intip juga selalu datang pagi, hanya saja aku
lebih dulu berangkat dari pada dia, bedanya aku jalan kaki, dan dia naik motor,
sekalipun begitu, dia tidak pernah mengajakku berangkat bersama kesekolah.
Setiap pagi anak
laki-laki itu duduk merenung di bawah pohon beringin, entah apa yang sedang
dipikirkannya,aku pun tidak tau, aku tidak bisa melacak tentang dirinya, karena
dia tidak memiliki teman. Meskipun aku bertanya dengan teman sekelasnya, tidak
ada yang tau kenapa dia berperilaku seperti itu, yang aku tau hanya namanya
yaitu Yudi Subroto Adi Laksono, yang biasa dipanggi Yudi.
Aku semakin lama semakin
tertarik dengan dirinya, suatu hari ketika aku sengaja lewat didepannya, dia
menegurku “ Diana” ucapnya. Aku terkejut ketika dia menyapaku dan tau siapa namaku,
spontan aku langsung berbalik menatapnya “ya ?” ucapku “bisa bicara sebentar?”
ucap yudi. Aku yang merasa terkejut hanya bisa diam, karena baru pertama kali
mendengar suaranya secara langsung, meskipun sebenarnya ketika di kelasnya dia
juga pernah berbicara. “bi—bi..bisa” ucapku dengan terbata-bata, aku semakin
deg-degan apalagi ketika dia menatapku
dan melihatkan senyumanya yang mempesona
layaknya senyuman Osamu Mukai dan Song Joong Ki. Ia melambaikan tangannya
pertanda mengajakku duduk di sampingnya, aku hanya bisa nurut. “Sejak kapan ?”
ucap yudi.” Sejak kapan apanya ?” ucapku. “sejak kapan kamu suka mengintipku ?”
balasnya. Aku semakin terkejut dan tak tau ingin bebicara apa, wajahnya yang
tampan dengan alisnya yang tebal semakin membuatku meriap dingin. “Se—sejak
kamu jadi tetanggaku yud” ucapku. Dia hanya tersenyum, aku pikir dia akan
marah. Tiba-tiba dia menarik tanganku dan membawaku kesebuah tempat dimana
terlihat seekor kucing sedang buang air besar di tanah, kucing itu langsung
lari ketika melihat kami, aku bingung
dengan apa yang dilakukan yudi, dia berkata “Ketika kucing buang air besar
saja, dia bisa merasakan malu bila didekati oleh orang” aku makin merasa
bersalah bercampur rasa malu, karena kata-kata yudi seolah-olah menyinggungku. Aku
hanya bisa menunduk sambil mengucapkan kata maaf, “maaf” ucapku, “apaa ? ulangi
lagi “ ucap yudi. “ aku minta maaf” ucapku. Permintaan diterima, ia kemudian
menarik tangan ku dan membawaku ke kantin, kemudian ia membelikanku es krim.
Setelah kejadian itu, kami makin akrab. Aku tak perlu lagi mengintip dari balik
jendela rumahku seperti dulu. Yang aku ingin tanyakan adalah, kemanakah bapak
dan ibu, yang dulu datang bersamanya ketika pindah.
Siang itu, di bawah
pohon mangga di depan rumahku, aku duduk bersamanya sambil menikmati rasa panas
yang bercampur dengan udara sejuk, rasanya aku ingin berbaring di kursi itu,
dan tidur disana, tapi tidak jadi karena aku merasa malu dengan yudi. Aku mulai
bertanya kepadanya tentang masalah orang tuanya, “Yud, maaf ni ya ? bukannya
aku mau menggangu urusan pribadimu, tapi boleh gak aku tau, kemana sih orang
tua mu ? kok dari 3 hari setelah kamu pindah, udah gak ada muncul ?” tanyaku,
yudi terdiam sejenak, aku takut dia akan marah, namun tidak, dia hanya
tersenyum sambil mengelus rambutku. “ibu ku sedang sakit parah dirumah, ayahku
tak mau membuat orang lain tau tentang hal ini, karena sakit ibuku sangatlah
aneh, setiap malam dia hanya bisa menangis merasakan sakit, tanpa aku ketahui
apa penyakit yang diderita ibuku, aku sudah berulang kali bertanya, apa sakit
yang diderita ibuku kepada ayahku, tapi dia tidak pernah menjawab, ayahku lebih
memilih diam, dan menyuruhku meninggalkannya” jawab Yudi.”trus sudah pernah
diperiksakan kedokter belum ? sejak kapan sih sakitnya, dulu waktu pertama
pindah, ibu mu kelihatan sehat saja?” ucapku. “ya memang terlihat sehat, tapi
sebenarnya tidak. ibuku pernah di obatkan sebelumya, tapi sayangnya aku tidak
diberi tahu apa jenis penyakitnya, aku memang tidak bisa melakukan apapun, yang
bisa ku lakukan hanyalah menyiapkan kebutuhan dapur, seperti membeli sayur,
buah, dan beras. Ayahku tidak mau meninggalkan rumah, karena tak mau
meninggalkan ibu ku.”jawab Yudi “trus untuk biaya kehidupan, bagaimana ?”
ucapku. “ayahku mendpatkan pinjaman dari kantor tempat dia bekerja” jawab Yudi.
Aku masih tidak percaya akan ucapan yudi, karena tidak mungkin dia tidak tau
apa penyakit yang diderita oleh ibunya, tapi tak apalah, aku tak ingin bertanya
lagi.
Malamnya sekitar pukul
20.30 WIB, terdengar suara teriakan minta tolong dari rumah Yudi, Orang tuaku
dan orang-orang kampung pun mulai berdatangan kerumahnya, ibu yudi terlihat
muntah-muntah dan mengeluarkan darah dari sekujur tubuhnya, ayah yudi yang
melihat itu pun merasa panik, dan meminta bantuan kepada warga untuk membawa
istrinya ke rumah sakit. Semua wargapun ikut membantu, Yudi tidak ikut karena,
dilarang oleh ayahnya, dia hanya bisa menurut sambil kecewa, matanya terlihat
berkaca-kaca, aku mulai mendekatinya dan menenangkannya, “tenang, ibumu akan
baik-baik saja” ucapku. Paginya terdengar kabar bahwa ibu yudi sudah mulai
membaik dari tadi malam. Yudi ternyata masih berangkat kesekolah. Ketika di
sekolah, aku langsung menggandengnya, agar dia tidak merasa sedih lagi, “ diana
“ ucap yudi. “ aku ingin bicara jujur, sebenarnya aku tau apa yang diderita oleh ibuku, tapi aku
malu untuk mengungkapkannya, menurut dokter ibuku tidak memilki penyakit
apapun, dokter menganggap penyakit ibuku ini adalah penyakit langka, sepertinya
bukan penyakit yang bisa dipikirkan secara akal, ibuku seperti kena santet,
makanya akau malu untuk, mengungkapkannya” ucap yudi. “ eh, jangan seperti itu,
kamu jangan berfikir yang aneh, aneh tentang ibumu, tidak perlu malu untuk
mengungkapkan hal itu, gak ada yang aneh kok” jawabku. “ ada satu hal yang
kusesali, dulu sebelum ibuku sakit, aku pernah marah padanya, sampai membuatnya
menangis, aku ingin meminta maaf, tapi aku tidak berani” ucap yudi. “tak perlu
takut, nanti kau harus langsung minta maaf pada ibumu, oke ?” ucapku.
Siang hari sekitar pukul
11.20 WIB, aku melihat guru BP pergi meninggalkan kelas 10-E bersama Yudi,
maklum, kelasku bersebrangan dengan kelasnya, jadi aku bisa meliat apa yang
dilakukan yudi dikelasnya. Ketika bel istirahat berbunyi, aku langsung menuju,
ruang BP, ternyata ruang itu kosong, kemudian aku pergi menuju meja piket, aku
bertanya pada guru yang ada disana, “bu, Pak Bonang dan yudi tadi pergi kemana
ya bu ?” “wah tadi kayanya, pak bonang mengantarkan pulang yudi tuh, tapi gak
bilang mau ngapain, kayanya mau menjenguk ibunya Yudi di Rumah sakit” jawab
guru yang sedang piket. “oh gitu ya bu ? makasih ya bu ?” ucapku.
Ketika pulang sekolah,
aku berjalan kaki seperti biasa, ketika hampir sampai dirumah, aku terkejutnya
bukan main ketika melihat bendera kuning terpasang didepan rumah Yudi, pertanda
ada yang meninggal, aku langsung berganti baju dan pergi kerumah yudi, disitu
aku melihat Yudi menangis di samping tubuh ibunya yang sudah tergeletak tak
berdaya, pak Yudi terlihat sangat terpukul sekali akan kepergian istrinya.
Setelah selesai mengubur,
aku mendekati Yudi, aku merangkulnya.. dia hanya menangis sambil berkata bahwa
“aku menyesal, aku menyesal, aku tidak sempat meminta maaf pada ibuku”. Aku pun
hanya bisa menjawab “Tingkatkan saja ibadahmu dan berdoalah, kepada tuhan, agar
ibumu tenang di alam sana, truslah berdoa sambil meminta maaf pada ibumu, ibumu
pasti akan memaafkan. “Terima kasih diana” ucapnya.
Beberapa bulan kemudian,
Yudi sudah tidak sedih lagi, ayahnya mulai bekerja seperti biasa. Dan satu hal
yang membuat aku makin senang adalah, yudi menyatakan cintanya padaku,
bagaimana bisa aku menolak orang yang dari dulu aku sukai, dan yang wajahnya
mirip orang arab, tapi senyumanya mirip song joong ki, artis idolaku,aaaaa aku
senang sekali.
Komentar
Posting Komentar